BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Perkembangan Kepribadian
Jung percaya bahwa
kepribadian berkembang lewat serangkaian tahapan yang memuncak pada
individualisasi atau realisasi diri. Bertentangan dengan Freud, dia menekankan
paruh kedua hidup manusia, periode setelah usia tigapuluh lima atau empatpuluh
tahun. Ketika seseorang memiliki kesempatan untuk menyatukan beragam aspek
kepribadiannya dan mencapai realisasi diri. Kesehatan psikologis orang-orang
paruh baya terkait erat dengan kemampuan mereka mencapai keseimbangan diantara
kutub-kutub dari beragam proses yang berlawanan. Kemampuan ini proporsional
dengan keberhasilan yang dicapai dalam perjalanan setiap tahapan hidup
sebelumnya.
2.2
Tahap-Tahap Perkembangan
Jung
mengelompokkan tahapan-tahapan hidup menjadi empat periode umum, masa
kanak-kanak, masa muda, paruh baya dan usia senja. Jung membandingkan perjalanan
hidup dengan perjalanan matahari melintasi langit, dengan menganggap terang
matahari sebagai representasi dari kesadaran. Matahari ketika fajar adalah
anak-anak, penuh potensi namun kurang dalam kecemerlangannya atau kesadaran.
Matahari pagi adalah masa muda, memanjat menuju zenith, namun tidak sadar
dengan kemerosotan yang akan menyusulnya. Matahari diawal sore adalah masa
paruh baya, cemerlang seperti matahari pagi, dan sangat menyadari akan
tenggelam. Matahari senja adalah usia senja, dulu kesadarannya yang pernah
cemerlang sekarang kian memudar. Jung berpendapat bahwa nilai-nilai,
ideal-ideal, dan mode-mode perilaku yang cocok untuk fajar hidup, tidak akan
cocok untuk paruh kedua, dan manusia mesti belajar menemukan makna baru
ditahun-tahun usia berikutnya yang semakin merosot itu.
2.2.1
Masa Kanak-Kanak
Jung membagi masa
kanak-kanak menjadi tiga subtahapan, yaitu anarkis, monarkis dan dualistis.
Fase anarkis dicirikan oleh kesadaran yang khaos dan sporadis. Fase monarkis
anak-anak dicirikan oleh perkembangan ego dan oleh permulaan pemikiran logis
dan verbal. Selama waktu itu, anak-anak mulai melihat diri mereka secara
objektif dan sering menyebut dirinya dengan kata ganti orang ketiga. Ego
sebagai actor yang memahami muncul selama fase dualistic masa kanak-kanak saat
ego terbagi menjadi subjektif dan objektif. Anak-anak sekarang sering menyebut
diri mereka dengan kata ganti orang pertama dan menyadari eksistensi mereka
sebagai individu yang berbeda.
2.2.1
Masa Muda
Periode dari pubertas
sampai paruh baya disebut mas amuda. Anak muda berjuang untuk meraih
kemandirian psikis dan fisik dari orangtua mereka, mememukan belahan jiwanya,
membentuk keluarga, dan merebut sebuah tempat dipanggung dunia ini. Menurut
Jung, masa muda merupakan atau mestinya sebuah periode peningkatan aktivitas,
kematangan seksualitas, tumbuhnya kesadaran dan pemahaman bahwa era anak-anak
yang bebas dari masalah tidak akan pernah kembali lagi. Kesulitan pertama yang
dihadapi orang muda adalah menaklukkan kecenderungan alamiah untuk mengandalkan
kesadaran sempit anak-anak agar terhindar dari masalah-masalah yang terus
mengganggu seumur hidup. Hasrat untuk hidup dimasa lalu ini disebut Jung
prinsip konservatif.
Pribadi paruh baya atau
lebih tua yang terus berusaha mempertahankan nilai-nilai masa mudanya akan
mengalami paruh hidup kedua, cacat dalam kapasitasnya untuk mencapai realisasi
diri, dan ketidaksempurnaan kemampuannya untuk mencapai tujuan-tujuan baru atau
untuk hidup.
2.2.2 Paruh baya
Jung
percaya bahwa hidup paruh baya dimulai kira-kira pada usia 35 sampai 4 tahun.
Lika orang paruh baya mempertahankan nilai-nilai moral dan sosial dari hidup
mereka sebelumnya. Maka mereka menjadi sangat kolot dan fanatic dalam upayanya
daya tarik fisik dan ketangkasan mereka. Ketika menemukan ketika ideal-ideal
mereka mulai bergeser, mereka bisa berjuang dengan penuh rasa putus asa untuk
mempertahankan penampilan dan gaya hidup masa muda. Bagaimanapun kehidupan
paruh baya ini dapat sampai pada kepenuhannya? Orang-orang yang menjalani masa
muda mereka tanpa nilai kanak-kanak ataupun nilai masa muda akan siap untuk
mengembangkan kehidupan paruh baya dan dapat hidup maksimal ditahapan ini.
Mereka sanggup menyerahkan tujuan-tujuan ekstraversi masa muda mereka dan
bergerak kearah perluasan kesadaran secara introversi. Kesehatan psikologis
mereka tidak dikembangkan oleh keberhasilan dalam bisnis, prestise dimasyarakat
ataupun kepuasan dengan kehidupan keluarga. Mereka harus menatap masa depan
dengan harapan dan antisipasi, menghentikan gaya hidup masa muda dan menemukan
pemaknaan baru diperiode paruh baya. Langkah ini sering kali namun, tidak
selalu, mensyaratkan orientasi religious yang matang, khususnya keyakinan
kepada hidup sesudah meninggal.
2.2.3
Usia Senja
Seiring
dengan senja kehidupan yang makin mendekat, manusia mengalami penyusutan
kesadaran sama seperti terang dan kehangatan matahari senja terus merosot. Jika
dikehidupan sebelumnya manusia takut dengan kehidupan, maka sekarang dan
selanjutnya mereka takut dengan kematian. Rasa takut kepada kematian adalah
tujuan hidup dimana hidup hanya dapat dipenuhi saat kematian.
Kebanyakan
pasien-pasien Jung adalah orang-orang paruh baya dan usia senja dan banyak dari
mereka menderita kenangan masa lalu, bergantung dengan putus asa kepada tujuan
dan gaya hidup masa sebelumnya dan berjalan mengikuti gerak hidup tanpa tujuan.
Jung memperlakukan orang-orang ini dengan membantu mereka menetapkan
tujuan-tujuan baru dan menemukan makna dalam hidup dengan pertama-tama menemukan
makna kematian.
2.3
Realisasi Diri
Kelahiran
kembali secara psikologis disebut juga dengan realisasi diri atau individuasi,
adalah proses menjadi seorang individu atau pribadi seutuhnya. Psikologi
analitik pada esensinya merupakan psikologi mengenai hal-hal yang berlawanan,
dan realisasi diri adalah proses untuk mengintegrasikan kutub-kutub yang
berlawanan dalam satu individu tunggal yang homogen. Proses menjadi diri
sendiri berarti seseorang memiliki semua komponen psikologis yang berfungsi dalam
kesatuan, dengan melewati proses psikis yang memanusiakannya. Orang yang
melewati proses ini telah mencapai realisasi diri, meminimkan pesona, mengenali
anima atau animus mereka, dan mencapai keseimbangan antara introversi dan
ekstraversi. Selain itu, individu yang merealisasikan diri telah mengembangkan
keempat fungsi psikologis sampai ketingkat superior, sebuah prestasi yang
sangat sulit dicapai.
Realisasi
diri sangat jarang dan bisa dicapai hanya oleh orang-orang yang sanggup
mengasimilasikan alam bawah sadar mereka kedalam kepribadian total mereka.
Menguasai alam bawah sadar adalah proses sulit yang menuntut keberanian untuk
menghadapi sifat shadow dan daya tahan yang lebih besar untuk menerima sisi
feminism atau maskulin pribadinya. Proses ini hamper tidak pernah bisa dicapai
sebelum paruh baya sampai laki-laki dan perempuan sanggup menghilangkan ego
sebagai focus dominan kepribadiannya dan menggantinya dengan self. Pribadi yang
merealisasikan diri harus mengizinkan self bawah sadarnya menjadi inti
kepribadiannya. Meluaskan kesadaran hanya akan meluaskan ego, dan peluasan
seperti ini hanya menghasilkan pribadi satu sisi yang kehilangan percikan jiwa
kepribadiannya. Pribadi yang merealisasikan diri didominasi bukan oleh proses
bawah sadar maupun ego alam sadar namun berhasil mencapai keseimbangan diantara
semua aspek kepribadiannya.
Manusia
yang merealisasikan dirinya snaggup mengembangkan dunia eksternal maupun
internal mereka. Tidak seperti individu yang terganggu secara psikologis,
mereka hidup didunia nyata dan melakukan konsesi yang dibutuhkan untuk hal itu.
tidak seperti manusia rata-rata, mereka sangat menyadari proses regresif yang
memimpinnya kepada penemuan diri. Dengan melihat imaji-imaji bawah sadar
sebagai materi potensial bagi kehidupan psikis yang baru, orang-orang
merealisasikan diri menyambut imaji-imaji tersebut ketika muncul dalam
mimpi-mimpi dan refleksi-refleksi introspektif mereka.
2.4
Metode Investigasi Jung
Jung
mengumpulkan data bagi teori-teorinya berdasarkan bacaan yang sangat luas
dibanyak disiplin ilmu namun, dia juga mengumpulkan data dari beberapa
perangkat tes yang diciptakannya sendiri seperti tes asosiasi kata, analisis
mimpi, imajinasi aktif, dan psikoterapi. Informasi ini kemudian dikombinasikan
dengan bacaannya tentang alkimia abad pertengahan fenomena okultisme atau
topic-topik lain dalam upayanya untuk menginformasikan hipotesis-hipotesis
psikologi analitik.
2.4.1
Tes Asosiasi Kata
Jung
bukan orang pertama yang menggunakan tes asosiasi kata namun, dia dianggap
memberikan kontribusi besar bagi pengembangan dan penyempurnaannya. Awalnya dia
menggunakan teknik ini ketika masih menjadi psikiater, dan dia mengajarkan tes
asosiasi kata ini selama perjalanannya bersama Freud ke Amerika Serikat. Namun
dia jarang menggunakannya dalam karier selanjutnya. Meskipun dia tidak begitu
peduli namun, tes ini terus dikaitkan dengan nama Jung.
Tujuan
awalnya menggunakan tes asosiasi kata adalah untuk membuktikan validitas
hipotesis Freud bahwa alam bawah sadar beroperasi sebagai sebuah proses yang
otonom. Namun, tujuan dasar tes asosiasi kata dalam psikologi Jungian dewasa
ini adalah untuk menyingkapkan kompleks-kompleks yang bernada perasaan. Sebuah
kompleks adalah kumpulan imaji individual bernada emosi yang mengelompok
disekitar ini pusatnya. Tes asosiasi kata didasarkan kepada prinsip bahwa
kompleks-kompleks menciptakan respons-respons emosional yang bisa diukur.
Dalam
melakukan tes, Jung biasanya menggunakan daftar pertanyaan sekitar stimulus
yang dipilih dan disusun dengan seksama untuk menghilangkan reaksi emosi yang
tidak diinginkan. Tipe-tipe reaksi tertentu dapat menunjukkan bahwa kata
stimulus sudah menyentuh suatu kompleks. Respons-respons kritis ini meliputi
napas yang tertahan, perubahan dalam konduktivitas elektris kulit,
reaksi-reaksi yang tertunda, respons-respons beragam, pengabaian intruksi,
ketidaksanggupan mengucapkan sebuah kata yang umum, kegagalan merespons, dan
inkonsistensi hasil tes pertama dan tes ulangnya. Respons-respons signifikan
lain mencakup pipi yang memerah, tergagap-gagap, tertawa, batuk-batuk,
berdehem, jeritan, gerakan berlebih-lebihan, dan pengulangan kata-kata
stimulus. Salah satu atau kombinasi dari respons-respons ini bisa
mengindikasikan bahwa sebuah kompleks sudah terjadi.
2.4.2 Analisis Mimpi
Mimpi
adalah upaya bawah sadar dan spontan manusia untuk mengetahui yang tidak
diketahui, untuk memahami realitas yang hanya dapat diekspresikan secara
simbolis. Tujuan interpretasi mimpi Jungian adalah menyingkapkan elemen-elemen
alam bawah sadar personal dan kolektifnya, dan mengintegrasikan keduanya dalam
kesadaran dalam rangka memfasilitasi proses realisasi-diri. Jung percaya bahwa
kondisi alamiah manusia adalah bergerak menuju pelengkapan atau realisasi-diri.
Jika kehidupan alam sadar seseorang tidak lengkap dibidang tertentu, maka self
bawah sadar seseorang akan berjuang untuk menyelesaikan kondisi tersebut lewat
proses mimpi.
Jung
merasa bahwa mimpi-mimpi tertentu menawarkan bukti bagi keberadaan alam bawah
sadar kolektif. Mimpi-mimpi ini mencakup mimpi-mimpi besar, yang memiliki makna
istimewa bagi semua orang, mimpi-mimpi tipikal, yang umum bagi kebanyakan
orang, dan mimpi-mimpi paling awal yang bisa diingat.
Dalam memories, dreams, reflections, jung
menulis tentang sebuah mimpi besar yang dialaminya selama berlayar ke Amerika
bersama Freud. Dalam mimpi Jung menyadari kalau dia tidak tau seperti apa bentuk
lantai dasarnya, jadi dia memutuskan utnuk menyelidikinya. Dia memperhatkan
semua perabotan berasal dari abad pertengahan. Dia juga menemukan tangga batu
yang menurun keruang bawah tanah. Ketika menyelidiki ruang bawah tanah ini,
Jung melihat sebuah cincin pengait tergeletak diatas balok batu. Ketika dia
menarik cincin pengait itu, dia melihat tangga sempit lain yang menurun kebawah
menuju sebuah gua kuno. Dalam gua itu berisi keramik-keramik, tulang hewan, dan
tengkorak manusia yang sangat kuno.
Jung
kemudian menerima mimpinya ini sebagai bukti bagi tingkatan-tingkatan psike
yang berbeda. Lantai atas yang memiliki atmosfer nyaman mewakili alam sadar,
lapisan paling atas psike. Lantai dasar adalah lapisan pertama alam bawah
sadar-tua namun tidak seasing dan sekuno artefak-artefak Romawi kuno dibawah
tanah, menyimbolkan lapisan yang lebih dalam dari alam bawah sadar personal.
Jung juga menemukan tengkorak manusia yang menurut Freud adalah harapan-harapan
kematian Jung. Jung melihat tengkorak manusia purba ini sebagai cerminan dari
alam bawah sadar kolektifnya yang sangat dalam.
Jenis
kedua mimpi kolektif adalah mimpi-mimpi tipikal, yakni mimpi yang umum bagi
kebanyakan orang. Mimpi-mimpi ini mencakup figure-figur arketipal seperti ayah,
ibu, Tuhan, laki-laki tua bijak. Peristiwa ini bisa juga menyentuh peristiwa
arketipal, seperti kematian, kelahiran dan perpisahan.
Kategori
ketiga mencakup mimpi-mimpi paling awal yang bisa diingat. Mimpi ini dapat
ilacak kembali sampai usia tiga sampai empat tahun dan mengandung imaji-imaji
dan motif-motif mitologis dan simbolis yang tidak mungkin berasal dari
penglaman individual anak.
2.4.3 Imajinasi Aktif
Teknik
yang digunakan Jung selama analisis diri adalah imajinasi aktif. Metode ini
mensyaratkan siapapun untuk mulai dari impresi apapun imaji mimpi, bayangan,
gambar atau fantasi dan terus berkonsentrasi sampai impresi itu mulai bergerak.
Tujuan
dari imajinasi aktif adalah menyingkapkan imaji-imaji arketipal yang muncul
dari alam bawah sadar. Ini dapat menjadi teknik yang berguna bagi siapapun yang
ingin megenal lebih baik alam bawah sadar personal dan kolektif mereka, dan
yang bersedia menaklukan hambatan yang biasanya menghadang komunikasi terbuka
mereka dengan alam bawah sadar. Jung percaya bahwa imajinasi aktif lebih lebih
banyak memiliki keuntungan daripada analisis mimpi karena imaji-imajinya
dihasilkan selama kondisi jiwa yang sadar sehingga menjadikan imaji lebih jelas
dan dapat direproduksi. Nada perasaan juga cukup spesifik disini, dan biasanya
seseorang memiliki sedikit kesulitan untuk mereproduksi penglihatan atau
mengingat-ingat suasana hati.
2.4.3 Psikoterapi
Jung
mengidentifikasi empat pendekatan dasar bagi terapi, merepresentasikan empat
tahap perkembangan dalam sejarah psikoterapi. Tingkat pertama adalah pengakuan
tentang rahasia patogenik. Ini adalah metode katarsis yang dipraktekkan Josef
Breuer dan pasiennya. Tingkat kedua melibatkan interpretasi, penjelasan, dan
pencerahan. Pendekatan ini digunakan Freud, memberikan pasien beberapa pemahaman
tentang sebab-sebab neurosis mereka namun tidak memampukan mereka menyelesaikan
masalah-masalah sosial. Tingkat ketiga adalah pendekatan yang digunakan Adler,
mendidik pasien sebagai makhluk sosial. Sayangnya pendekatan ini sering kali
berhenti hanya dengan membuat pasien bisa beradaptasi baik secara sosial.
Untuk
melampaui tiga pendekatan ini, Jung menyaranka tingkat keempat, transformasi.
Terapis pertama-tama harus bisa bertransformasi menjadi manusia sehat,
menjalani terlebih dahulu proses psikoterapi itu sendiri. Hanya setelah
transformasi dan mecapai filsafat hidup yang cocok untuk dirinya barulah
terapis sanggup menolong pasien bergerak menuju individuasi, kemenyeluruhan
atau realisasi-diri. Tingkat keempat ini khusus digunakan terhadap pasien yang
berada diparuh kedua hidup, yang mulai resah dengan perealisasian dorongan
batinnya, dengan masalah moral yang religiusnya, dan dengan cara menemukan
sebuah filsafat hidup yang dapat menyatukan kepribadiannya.
Tujuan
akhir terapi Jungian adalah membantu pasien-pasien neurotik menjadi sehat dan
mendukung orang yang sehat untuk bekerja secara independen menuju
realisasi-diri. Jung berusaha mencapai tujuan ini dengan menggunakan
teknik-teknik, seperti analisis mimpi dan imajinasi aktif untuk membantu pasien
menemukan materi bawah sadar personal dan kolektifnya, dan untuk menyeimbangkan
imaji-imaji ini dengan sikap yang mereka sadari.
0 komentar:
Posting Komentar