SpongeBob SquarePants
SpongeBob SquarePants

Jumat, 19 Juni 2015

teori Jung



BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Kepribadian
Jung percaya bahwa kepribadian berkembang lewat serangkaian tahapan yang memuncak pada individualisasi atau realisasi diri. Bertentangan dengan Freud, dia menekankan paruh kedua hidup manusia, periode setelah usia tigapuluh lima atau empatpuluh tahun. Ketika seseorang memiliki kesempatan untuk menyatukan beragam aspek kepribadiannya dan mencapai realisasi diri. Kesehatan psikologis orang-orang paruh baya terkait erat dengan kemampuan mereka mencapai keseimbangan diantara kutub-kutub dari beragam proses yang berlawanan. Kemampuan ini proporsional dengan keberhasilan yang dicapai dalam perjalanan setiap tahapan hidup sebelumnya.

2.2 Tahap-Tahap Perkembangan
            Jung mengelompokkan tahapan-tahapan hidup menjadi empat periode umum, masa kanak-kanak, masa muda, paruh baya dan usia senja. Jung membandingkan perjalanan hidup dengan perjalanan matahari melintasi langit, dengan menganggap terang matahari sebagai representasi dari kesadaran. Matahari ketika fajar adalah anak-anak, penuh potensi namun kurang dalam kecemerlangannya atau kesadaran. Matahari pagi adalah masa muda, memanjat menuju zenith, namun tidak sadar dengan kemerosotan yang akan menyusulnya. Matahari diawal sore adalah masa paruh baya, cemerlang seperti matahari pagi, dan sangat menyadari akan tenggelam. Matahari senja adalah usia senja, dulu kesadarannya yang pernah cemerlang sekarang kian memudar. Jung berpendapat bahwa nilai-nilai, ideal-ideal, dan mode-mode perilaku yang cocok untuk fajar hidup, tidak akan cocok untuk paruh kedua, dan manusia mesti belajar menemukan makna baru ditahun-tahun usia berikutnya yang semakin merosot itu.

2.2.1 Masa Kanak-Kanak
Jung membagi masa kanak-kanak menjadi tiga subtahapan, yaitu anarkis, monarkis dan dualistis. Fase anarkis dicirikan oleh kesadaran yang khaos dan sporadis. Fase monarkis anak-anak dicirikan oleh perkembangan ego dan oleh permulaan pemikiran logis dan verbal. Selama waktu itu, anak-anak mulai melihat diri mereka secara objektif dan sering menyebut dirinya dengan kata ganti orang ketiga. Ego sebagai actor yang memahami muncul selama fase dualistic masa kanak-kanak saat ego terbagi menjadi subjektif dan objektif. Anak-anak sekarang sering menyebut diri mereka dengan kata ganti orang pertama dan menyadari eksistensi mereka sebagai individu yang berbeda.

2.2.1 Masa Muda
Periode dari pubertas sampai paruh baya disebut mas amuda. Anak muda berjuang untuk meraih kemandirian psikis dan fisik dari orangtua mereka, mememukan belahan jiwanya, membentuk keluarga, dan merebut sebuah tempat dipanggung dunia ini. Menurut Jung, masa muda merupakan atau mestinya sebuah periode peningkatan aktivitas, kematangan seksualitas, tumbuhnya kesadaran dan pemahaman bahwa era anak-anak yang bebas dari masalah tidak akan pernah kembali lagi. Kesulitan pertama yang dihadapi orang muda adalah menaklukkan kecenderungan alamiah untuk mengandalkan kesadaran sempit anak-anak agar terhindar dari masalah-masalah yang terus mengganggu seumur hidup. Hasrat untuk hidup dimasa lalu ini disebut Jung prinsip konservatif.
Pribadi paruh baya atau lebih tua yang terus berusaha mempertahankan nilai-nilai masa mudanya akan mengalami paruh hidup kedua, cacat dalam kapasitasnya untuk mencapai realisasi diri, dan ketidaksempurnaan kemampuannya untuk mencapai tujuan-tujuan baru atau untuk hidup.


2.2.2  Paruh baya
            Jung percaya bahwa hidup paruh baya dimulai kira-kira pada usia 35 sampai 4 tahun. Lika orang paruh baya mempertahankan nilai-nilai moral dan sosial dari hidup mereka sebelumnya. Maka mereka menjadi sangat kolot dan fanatic dalam upayanya daya tarik fisik dan ketangkasan mereka. Ketika menemukan ketika ideal-ideal mereka mulai bergeser, mereka bisa berjuang dengan penuh rasa putus asa untuk mempertahankan penampilan dan gaya hidup masa muda. Bagaimanapun kehidupan paruh baya ini dapat sampai pada kepenuhannya? Orang-orang yang menjalani masa muda mereka tanpa nilai kanak-kanak ataupun nilai masa muda akan siap untuk mengembangkan kehidupan paruh baya dan dapat hidup maksimal ditahapan ini. Mereka sanggup menyerahkan tujuan-tujuan ekstraversi masa muda mereka dan bergerak kearah perluasan kesadaran secara introversi. Kesehatan psikologis mereka tidak dikembangkan oleh keberhasilan dalam bisnis, prestise dimasyarakat ataupun kepuasan dengan kehidupan keluarga. Mereka harus menatap masa depan dengan harapan dan antisipasi, menghentikan gaya hidup masa muda dan menemukan pemaknaan baru diperiode paruh baya. Langkah ini sering kali namun, tidak selalu, mensyaratkan orientasi religious yang matang, khususnya keyakinan kepada hidup sesudah meninggal.

2.2.3 Usia Senja
            Seiring dengan senja kehidupan yang makin mendekat, manusia mengalami penyusutan kesadaran sama seperti terang dan kehangatan matahari senja terus merosot. Jika dikehidupan sebelumnya manusia takut dengan kehidupan, maka sekarang dan selanjutnya mereka takut dengan kematian. Rasa takut kepada kematian adalah tujuan hidup dimana hidup hanya dapat dipenuhi saat kematian. 
            Kebanyakan pasien-pasien Jung adalah orang-orang paruh baya dan usia senja dan banyak dari mereka menderita kenangan masa lalu, bergantung dengan putus asa kepada tujuan dan gaya hidup masa sebelumnya dan berjalan mengikuti gerak hidup tanpa tujuan. Jung memperlakukan orang-orang ini dengan membantu mereka menetapkan tujuan-tujuan baru dan menemukan makna dalam hidup dengan pertama-tama menemukan makna kematian.

2.3 Realisasi Diri
            Kelahiran kembali secara psikologis disebut juga dengan realisasi diri atau individuasi, adalah proses menjadi seorang individu atau pribadi seutuhnya. Psikologi analitik pada esensinya merupakan psikologi mengenai hal-hal yang berlawanan, dan realisasi diri adalah proses untuk mengintegrasikan kutub-kutub yang berlawanan dalam satu individu tunggal yang homogen. Proses menjadi diri sendiri berarti seseorang memiliki semua komponen psikologis yang berfungsi dalam kesatuan, dengan melewati proses psikis yang memanusiakannya. Orang yang melewati proses ini telah mencapai realisasi diri, meminimkan pesona, mengenali anima atau animus mereka, dan mencapai keseimbangan antara introversi dan ekstraversi. Selain itu, individu yang merealisasikan diri telah mengembangkan keempat fungsi psikologis sampai ketingkat superior, sebuah prestasi yang sangat sulit dicapai.
            Realisasi diri sangat jarang dan bisa dicapai hanya oleh orang-orang yang sanggup mengasimilasikan alam bawah sadar mereka kedalam kepribadian total mereka. Menguasai alam bawah sadar adalah proses sulit yang menuntut keberanian untuk menghadapi sifat shadow dan daya tahan yang lebih besar untuk menerima sisi feminism atau maskulin pribadinya. Proses ini hamper tidak pernah bisa dicapai sebelum paruh baya sampai laki-laki dan perempuan sanggup menghilangkan ego sebagai focus dominan kepribadiannya dan menggantinya dengan self. Pribadi yang merealisasikan diri harus mengizinkan self bawah sadarnya menjadi inti kepribadiannya. Meluaskan kesadaran hanya akan meluaskan ego, dan peluasan seperti ini hanya menghasilkan pribadi satu sisi yang kehilangan percikan jiwa kepribadiannya. Pribadi yang merealisasikan diri didominasi bukan oleh proses bawah sadar maupun ego alam sadar namun berhasil mencapai keseimbangan diantara semua aspek kepribadiannya.
            Manusia yang merealisasikan dirinya snaggup mengembangkan dunia eksternal maupun internal mereka. Tidak seperti individu yang terganggu secara psikologis, mereka hidup didunia nyata dan melakukan konsesi yang dibutuhkan untuk hal itu. tidak seperti manusia rata-rata, mereka sangat menyadari proses regresif yang memimpinnya kepada penemuan diri. Dengan melihat imaji-imaji bawah sadar sebagai materi potensial bagi kehidupan psikis yang baru, orang-orang merealisasikan diri menyambut imaji-imaji tersebut ketika muncul dalam mimpi-mimpi dan refleksi-refleksi introspektif mereka.        

2.4 Metode Investigasi Jung
            Jung mengumpulkan data bagi teori-teorinya berdasarkan bacaan yang sangat luas dibanyak disiplin ilmu namun, dia juga mengumpulkan data dari beberapa perangkat tes yang diciptakannya sendiri seperti tes asosiasi kata, analisis mimpi, imajinasi aktif, dan psikoterapi. Informasi ini kemudian dikombinasikan dengan bacaannya tentang alkimia abad pertengahan fenomena okultisme atau topic-topik lain dalam upayanya untuk menginformasikan hipotesis-hipotesis psikologi analitik.

2.4.1 Tes Asosiasi Kata
            Jung bukan orang pertama yang menggunakan tes asosiasi kata namun, dia dianggap memberikan kontribusi besar bagi pengembangan dan penyempurnaannya. Awalnya dia menggunakan teknik ini ketika masih menjadi psikiater, dan dia mengajarkan tes asosiasi kata ini selama perjalanannya bersama Freud ke Amerika Serikat. Namun dia jarang menggunakannya dalam karier selanjutnya. Meskipun dia tidak begitu peduli namun, tes ini terus dikaitkan dengan nama Jung.
            Tujuan awalnya menggunakan tes asosiasi kata adalah untuk membuktikan validitas hipotesis Freud bahwa alam bawah sadar beroperasi sebagai sebuah proses yang otonom. Namun, tujuan dasar tes asosiasi kata dalam psikologi Jungian dewasa ini adalah untuk menyingkapkan kompleks-kompleks yang bernada perasaan. Sebuah kompleks adalah kumpulan imaji individual bernada emosi yang mengelompok disekitar ini pusatnya. Tes asosiasi kata didasarkan kepada prinsip bahwa kompleks-kompleks menciptakan respons-respons emosional yang bisa diukur.
            Dalam melakukan tes, Jung biasanya menggunakan daftar pertanyaan sekitar stimulus yang dipilih dan disusun dengan seksama untuk menghilangkan reaksi emosi yang tidak diinginkan. Tipe-tipe reaksi tertentu dapat menunjukkan bahwa kata stimulus sudah menyentuh suatu kompleks. Respons-respons kritis ini meliputi napas yang tertahan, perubahan dalam konduktivitas elektris kulit, reaksi-reaksi yang tertunda, respons-respons beragam, pengabaian intruksi, ketidaksanggupan mengucapkan sebuah kata yang umum, kegagalan merespons, dan inkonsistensi hasil tes pertama dan tes ulangnya. Respons-respons signifikan lain mencakup pipi yang memerah, tergagap-gagap, tertawa, batuk-batuk, berdehem, jeritan, gerakan berlebih-lebihan, dan pengulangan kata-kata stimulus. Salah satu atau kombinasi dari respons-respons ini bisa mengindikasikan bahwa sebuah kompleks sudah terjadi.

2.4.2 Analisis Mimpi
            Mimpi adalah upaya bawah sadar dan spontan manusia untuk mengetahui yang tidak diketahui, untuk memahami realitas yang hanya dapat diekspresikan secara simbolis. Tujuan interpretasi mimpi Jungian adalah menyingkapkan elemen-elemen alam bawah sadar personal dan kolektifnya, dan mengintegrasikan keduanya dalam kesadaran dalam rangka memfasilitasi proses realisasi-diri. Jung percaya bahwa kondisi alamiah manusia adalah bergerak menuju pelengkapan atau realisasi-diri. Jika kehidupan alam sadar seseorang tidak lengkap dibidang tertentu, maka self bawah sadar seseorang akan berjuang untuk menyelesaikan kondisi tersebut lewat proses mimpi.
            Jung merasa bahwa mimpi-mimpi tertentu menawarkan bukti bagi keberadaan alam bawah sadar kolektif. Mimpi-mimpi ini mencakup mimpi-mimpi besar, yang memiliki makna istimewa bagi semua orang, mimpi-mimpi tipikal, yang umum bagi kebanyakan orang, dan mimpi-mimpi paling awal yang bisa diingat.   
             Dalam memories, dreams, reflections, jung menulis tentang sebuah mimpi besar yang dialaminya selama berlayar ke Amerika bersama Freud. Dalam mimpi Jung menyadari kalau dia tidak tau seperti apa bentuk lantai dasarnya, jadi dia memutuskan utnuk menyelidikinya. Dia memperhatkan semua perabotan berasal dari abad pertengahan. Dia juga menemukan tangga batu yang menurun keruang bawah tanah. Ketika menyelidiki ruang bawah tanah ini, Jung melihat sebuah cincin pengait tergeletak diatas balok batu. Ketika dia menarik cincin pengait itu, dia melihat tangga sempit lain yang menurun kebawah menuju sebuah gua kuno. Dalam gua itu berisi keramik-keramik, tulang hewan, dan tengkorak manusia yang sangat kuno.
            Jung kemudian menerima mimpinya ini sebagai bukti bagi tingkatan-tingkatan psike yang berbeda. Lantai atas yang memiliki atmosfer nyaman mewakili alam sadar, lapisan paling atas psike. Lantai dasar adalah lapisan pertama alam bawah sadar-tua namun tidak seasing dan sekuno artefak-artefak Romawi kuno dibawah tanah, menyimbolkan lapisan yang lebih dalam dari alam bawah sadar personal. Jung juga menemukan tengkorak manusia yang menurut Freud adalah harapan-harapan kematian Jung. Jung melihat tengkorak manusia purba ini sebagai cerminan dari alam bawah sadar kolektifnya yang sangat dalam.
            Jenis kedua mimpi kolektif adalah mimpi-mimpi tipikal, yakni mimpi yang umum bagi kebanyakan orang. Mimpi-mimpi ini mencakup figure-figur arketipal seperti ayah, ibu, Tuhan, laki-laki tua bijak. Peristiwa ini bisa juga menyentuh peristiwa arketipal, seperti kematian, kelahiran dan perpisahan.
            Kategori ketiga mencakup mimpi-mimpi paling awal yang bisa diingat. Mimpi ini dapat ilacak kembali sampai usia tiga sampai empat tahun dan mengandung imaji-imaji dan motif-motif mitologis dan simbolis yang tidak mungkin berasal dari penglaman individual anak.

2.4.3 Imajinasi Aktif
            Teknik yang digunakan Jung selama analisis diri adalah imajinasi aktif. Metode ini mensyaratkan siapapun untuk mulai dari impresi apapun imaji mimpi, bayangan, gambar atau fantasi dan terus berkonsentrasi sampai impresi itu mulai bergerak.
            Tujuan dari imajinasi aktif adalah menyingkapkan imaji-imaji arketipal yang muncul dari alam bawah sadar. Ini dapat menjadi teknik yang berguna bagi siapapun yang ingin megenal lebih baik alam bawah sadar personal dan kolektif mereka, dan yang bersedia menaklukan hambatan yang biasanya menghadang komunikasi terbuka mereka dengan alam bawah sadar. Jung percaya bahwa imajinasi aktif lebih lebih banyak memiliki keuntungan daripada analisis mimpi karena imaji-imajinya dihasilkan selama kondisi jiwa yang sadar sehingga menjadikan imaji lebih jelas dan dapat direproduksi. Nada perasaan juga cukup spesifik disini, dan biasanya seseorang memiliki sedikit kesulitan untuk mereproduksi penglihatan atau mengingat-ingat suasana hati.

2.4.3 Psikoterapi
            Jung mengidentifikasi empat pendekatan dasar bagi terapi, merepresentasikan empat tahap perkembangan dalam sejarah psikoterapi. Tingkat pertama adalah pengakuan tentang rahasia patogenik. Ini adalah metode katarsis yang dipraktekkan Josef Breuer dan pasiennya. Tingkat kedua melibatkan interpretasi, penjelasan, dan pencerahan. Pendekatan ini digunakan Freud, memberikan pasien beberapa pemahaman tentang sebab-sebab neurosis mereka namun tidak memampukan mereka menyelesaikan masalah-masalah sosial. Tingkat ketiga adalah pendekatan yang digunakan Adler, mendidik pasien sebagai makhluk sosial. Sayangnya pendekatan ini sering kali berhenti hanya dengan membuat pasien bisa beradaptasi baik secara sosial.
            Untuk melampaui tiga pendekatan ini, Jung menyaranka tingkat keempat, transformasi. Terapis pertama-tama harus bisa bertransformasi menjadi manusia sehat, menjalani terlebih dahulu proses psikoterapi itu sendiri. Hanya setelah transformasi dan mecapai filsafat hidup yang cocok untuk dirinya barulah terapis sanggup menolong pasien bergerak menuju individuasi, kemenyeluruhan atau realisasi-diri. Tingkat keempat ini khusus digunakan terhadap pasien yang berada diparuh kedua hidup, yang mulai resah dengan perealisasian dorongan batinnya, dengan masalah moral yang religiusnya, dan dengan cara menemukan sebuah filsafat hidup yang dapat menyatukan kepribadiannya.
            Tujuan akhir terapi Jungian adalah membantu pasien-pasien neurotik menjadi sehat dan mendukung orang yang sehat untuk bekerja secara independen menuju realisasi-diri. Jung berusaha mencapai tujuan ini dengan menggunakan teknik-teknik, seperti analisis mimpi dan imajinasi aktif untuk membantu pasien menemukan materi bawah sadar personal dan kolektifnya, dan untuk menyeimbangkan imaji-imaji ini dengan sikap yang mereka sadari.   

0 komentar:

Posting Komentar