SpongeBob SquarePants
SpongeBob SquarePants

Jumat, 19 Juni 2015

Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling Di Amerika Serikat dan Di Indonesia



Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Amerika Serikat dan  Di Indonesia
1.      Perkembangan Bimbingan dan Konseling Di Amerika Serikat
Bimbingan dan Konseling sebagai profesi pertama kali lahir di Amerika pada awal abad XX, yaitu ketika Frank Person membuka klinik di Boston untuk memberi pengarahan kepada para pemuda memperoleh pekerjaan yang sesuai. Pada tahun 1950 an bidang ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, bukan hanya dalam bidang pekerjaan tetapi merambah pada bidang-bidang pendidikan. Pada abad ke 20 bimbingan konselor belum ada di sekolah-sekolah, pada saat itu pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru di sekolah, yang mana dalam pekerjaan tersebut itu seorang guru memberikan layanan informasi, layanan bimbingan pribadi, social, karir dan akademik.
Gerakan bimbingan konseling di sekolah ini berkembang sebagai dampak dari revolusi industry, dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Pada tahun 1898 Jasse B. Davis seorang konselor sekolah di Detroit memulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pendidikan di SMA. Pada tahun 1907, dia diangkat menjadi kepala SMA di Grand Rapids, Michigan. Sehingga ia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut.
Bimbingan dan Konseling sebagai profesi pertama kali lahir di Amerika pada awal abad XX, yaitu ketika Frank Person membuka klinik di Boston untuk memberi pengarahan kepada para pemuda memperoleh pekerjaan yang sesuai. Pada tahun 1950 an bidang ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, bukan hanya dalam bidang pekerjaan tetapi merambah pada bidang-bidang pendidikan. Rehabilitasi, kerumah tanggaan, penanganan tindak kriminal, kenakalan remaja, juga di rumah sakit, pabrik-pabrik dan bahkan di rumah militer.
Dari segi wilayah geografi, bimbingan dan konseling tidak lagi tidak lagi terbatas hanya di Amerika, tetapi berkembangan menjalar ke Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Australia. Tahun 1970-1980 bimbingan dan Konseling masuk ke dalam kurikulum Sekolah Menengah di negeri-negeri yang mengambil sistem pendidikan Barat.
Munculnya Bimbingan dan Konseling di Amerika pada awal abad XX merupakan tuntunan logis dari dinamika masyarakat Amerika ketika itu. Sebagaimana diketahui bahwa pandangan hidup masyarakat Amerika dan Barat pada umumnya bersumber dari budayanya yang sekuler dan liberal. Oleh karena itu filosofi dari Bimbingan Konseling di sana juga tak terlepas dari faham sekuler dan liberal.
Meskipun konsepsi Bimbingan dan Konseling di Barat dilahirkan oleh para ahli yang tak diragukan kapasitasnya, tetapi konsep-konsep yang boleh jadi cocok untuk masyarakat Barat tidak otomatis dapat diterapkan pada masyarakat lain, masyarakat Islam misalnya. Kesulitan menerapkan prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Barat di lingkungan masyarakat Islam disebabkan oleh falsafah hidup yang berbeda, antara lain :
1.1     Jika masyarakat Barat memisahkan Negara dan agama, masyarakat Islam tidak mengenal pemisahan yang sebenarnya antara agama dan kehidupan, antara masjid dan lapangan kerja. Bimbingan dan Konseling di masyarakat Islam harus berdiri diatas prinsip keterpaduan antara agama dan kehidupan duniawi.
1.2     Masyarakat Barat menganut kebebasan individual (dan kelompok yang sangat liberal, tercermin pada pergaulan bebas, norma seksual yang sangat longgar asal tidak mengganggu orang lain, sementara masyarakat muslim sangat menjunjung tinggi kesucian perkawinan, kehormatan wanita, berbakti kepada orang tua yang sudah renta, dan mengagungkan nila-nilai akhlak, iman dan takwa. Masyarakat Islam tidak mengenal kebebasan individual dalam arti se bebas-bebasnya, karena dibatasi oleh norma-norma tradisi, agama dan akhlak. Masyarakat muslim masih menjungjung tinggi prinsip-prinsip berbakti kepada orang tua, sopan santun social dan tradisi keagamaan.
1.3     Banyak hal-hal yang di Barat tidak dipermasalahkan, tetapi pada masyarakat Islam justeru hal itu diharamkan, misalnya; perjudian, perzinaan, homoseksual, menyakiti orang tua, kekasih, tukar kunci dan sebagainya.
1.4     Pedekatan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan di Amerika sendiri menunjukan kegagalan, seperti yang tercermin dalam angka statistik yang dikutip oleh Dr. Abd. Rahman Isawi dan seruan kecemasan ahli-ahli sosial AS menyangkut masa depan generasi mendatang.
Layanan bimbingan di Amerika Serikat mulai diberikan oleh Jesse B. Davis pada sekitar tahun 1898-1907. Beliau bekerja sebagai konselor sekolah menengah di Detroit. Dalam waktu sepuluh tahun, ia membantu mengatasi masalah-masalah pendidikan, moral, dan jabatan siswa. Pada tahun 1908, Frank Parsons mendirikan Vocational Bureau untuk membantu para remaja memilih pekerjaan yang cocok bagi mereka. Tahun 1910, William Healy mendirikan Juvenile Psychopathic Institut di Chicago. Tahun 1911, Universitas Harvard memberikan kuliah bidang bimbingan jabatan dengan dosennya Meyer Blomfield. Tahun 1912, Grand Rapids, Michigan mendirikan lembaga bimbingan dalam sistem sekolahnya.

Tahun 1913 berdiri National Vocational Guidance di Grand Rapids
Perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika Serikat sangat pesat pada awal tahun 1950. Hal ini ditandai dengan berdirinya APGA (American Personal and Guidance Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli 1983 APGA mengubah namnya menjadi AACD (American Association for Counseling and Development). Kemudian, satu organisasi lainnya bergabung pula dengan AACD, yaitu Militery Education (MECA). Dengan demikian, pada saat ini AACD merupakan organisasi profesional bagi para konselor di Amerika Serikat, dengan 14 divisi (organisasi khusus) yang tergabung di dalmnya. Di samping itu, pada setiap negara bagian atau wilayah tertentu terdapat semacam cabang dari masing-masing organisasi tersebut.
Sebagai suatu organisasi profesi, AACD ataupun organisasi-organisasi divisinya mengeluarkan jurnal-jurnal secara berkala. Jurnal-jurnal tersebut di antarnya (1) Journal of Counseling and Development; (2) Journal of College Student Personnel; (3) Counselor Education and Supervision; dan (4) The Career Development Quarterly.
Adapun tujuan diadakannya program bimbingan di sekolah ini adalah agar siswa mampu:
a.                            Mengembangkan karakternya yang baik(memiliki nilai moral, ambisi, bekerja keras, dan kejujuran) sebagai asset yang sangat penting bagi setiap siswa(orang) dalam rangka merencanakan, mempersiapkan, dan memasuki dunia kerja (bisnis).
b.                           Mencegah dirinya dari prilaku bermasalah.
c.                            Menghubungkan minat pekerjaan dengan kurikulum (mata pelajaran)

Dalam waktu yang bersamaan, para ahli yang lainnya juga mengembangkan program yang sama dalam hal bimbingan, seperti:
a. Eli Weaper, pada tahun 1906 menerbitakan booklet tentang “memilih suatu karir”. Dan dia berhasil membentuk komite guru pembimbing di setiap sekolah menengah di New York. Komite ini aktif bekerja untuk membantu para pemuda(remaja) dalam menemukan kemampuan-kemampuannya dan belajar tentang bagaimana menggunakan atau mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja atau pegawai yang produktif.
b. E.G Williamson, pada akhir tahun 1930 dan awal tahun 1940, ia menulis buku How to Counsel Students: A Manual of Techniques for Clinical Counselors. Model bimbingan sekolah yang dikembangkan oleh Williamson ini terkenal dengan nama trait and factor (directive) guidance. Dalam model ini konselor menggunakan informasi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalahnya. Khususnya dalam bidang pekerjaan dan penyesuaian interpersonal. Adapun peranan konselor dalam program ini bersifat direktif dengan menekankan pada: 1) mengajar ketrampilan, 2) membentuk (mengubah) sikap dan tingkah laku.
c. Carl R. Roger, ia mengembangkan teori konseling clien- centered, yang tidak terfokus pada masalah, akan tetapi sangat mementingkan hubungan antara konselor dengan kliennya. Pendekatan konseling ini merupakan respon terhadap pendekatan konseling yang direktif bersifat sempit dan terfokus kepada masalah.pendekatan atau teori konseling Roger ini terangkum dalam dua bukunya, yaitu: Counseling and psycoterapy (1942) dan Client- Centered Therapy (1951). Pada buku pertama, Roger memperkenalkan pendekatan konseling nondirektif sebagai alternative layanan selain pendekatan direktif. Roger berpendapat bahwa klien mempunyai tanggung jawab dalam memecahkan masalah dan mengembangkan dirinya sendiri. Adapun dalam buku yang kedua, terjadi perubahan semantic dari konseling nondirektif menjadi konseling client- centered. Sejak tahun 1960-1970, teori ini menjadi model utama bagi banyak konselor, baik di sekolah maupun di biro-biro kesehatan mental. Akan tetapi, teori ini juga dipandang agak kaku untuk diterapkan di sekolah. Karena ketidak puasan ini maka muncullah evolusi lebih lanjut dalam gerakan bimbingan dan konseling di sekolah.
Pada tahun 1950, terjadi peristiwa peluncuran sputnik I Uni Soviet. Yang mana peristiwa ini sangat membuat warga Amerika Serikat cemas, karena mereka beranggapan bahwa peristiwa ini merupakan isyarat tentang dominasi Uni Soviet dalam bidang teknologi industry dan bidang ilmiah lainnya. Dalam merespon protes warga tersebut, maka pada bulan September tahun 1958 kongres menyusun undang-undang, termasuk undang-undang pertahanan pendidikan nasional (National Defense Education Act.). undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memberikan dana bagi pendidikan, seperti untuk pelatihan para konselor SLTP dan SLTA, dalam mengembangkan program testing, program konseling sekolah, dan progam bimbingan lainnya.
Pada tahun 1958 bulan September ini merupakan peristiwa penting (land mark) dalam dunia pendidikan di Amerika, termasuk gerakan bimbingan dan konseling. Departemen pertahanan pendidikan memberikan keuntungan khusus bagi pembimbingan generasi muda dengan lima dari 10 seksi yanga ada. Kelima seksi ini merupakan kunci bagi kemajuan pengembangan program bimbingan dan konseling.
Perkembangan program bimbingan dan konseling di sekolah dipengaruhi juga oleh munculnya berbagai organisasi professional dalam bidang konseling, seperti: (a) American Counseling Association(ACA), (b) American School Counselor Association(ASCA), (c) Association of Counselor Education and Supervision(ACES). Organisasi-organisasi ini berupaya meningkatkan profesionalitas para konselor, dengan meluncurkan program akreditasi dan sertifikasi.
Bradley pada tahun 1980, menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
a.       Vocational exploration, yaitu tahapan yang menekankan tentang analsis individual dan pasaran kerja. Tahapan yang mencoba menjodohkan manusia dengan pekerjaan.
b.      Meeting Individual Needs, yaitu tahapan pada periode 40 s.d. 50-an yang menekankan pada upaya yang membantu individu agar memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan bimbingan konseling, pada tahapan ini dipengaruhi oleh pendapat Maslow dan Ronger, yaitu bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
c.       Transisional Professionalism, yaitu tahapan yang memfokuskan perhatiannya kepada upaya profesionalisasi konselor.
d.      Situational Diagnosis, yaitu tahapan yang terjadi pada tahun 1970-an, sebagai periode perubahan dan inovasi. Pada tahapan ini, ada penekanan yang lebih kepada analisis lingkungan dalam proses bimbingan, dan gerakan untuk menjauhi cara-cara terapeutik yang hanya terpusat pada diri individu.
Pada tahun 1980-an juga, Kowits mencatat lima gerakan bimbingan dalam pendidikan.
Perama, gerakan penyesuaian hidup dengan memperhatikan persiapan vokasional, keragaman individual, dan kurikulum.
Kedua, gerakan perkembangan anak pada tahun 1920-an yang dipengaruhi oleh perkembangan teori psikoanalitik, yang menyatakan pentingnya pengalaman masa anak sebagai dasar perkembangan selanjutnya.
Ketiga, gerakan yang melibatkan konsep guru konselor. Selama periode ini, guru dipandang sebagai orang yang dapat memfasilitasi pencapaian tujuan bimbingan.
Keempat, gerakan proyek atau program khusus yang menekankan tentang filsafat aktivisme sosial.
Kelima, gerakan yang menaruh perhatian terhadap redefinisi tujuan bimbingan dan prinsip-prinsip ilmiah bimbingan.

2.      Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam kegiatan pendidikan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis. Pada tahun 1964, lahir Kurikiulum SMA Gaya Baru, dengan keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini tidak berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang profesional. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada dasawarsa 60-an Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang sekarang dikenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB).
Dalam bidang pendidikan, pada dekade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Pada dekade 50-an, bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Setelah dirintis dalam dekade 60-an, bimbingan dicoba penataannya dalam dekade 70-an. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) membawa harapan baru pada pelaksanaan bimbingan di sekolah karena staf bimbingan memegang peranan penting dalam sistem sekolah pembangunan. Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di sekolah.
Setelah melalui penataan, dalam dekade 80-an, bimbingan diupayakan agar lebih mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan layanan bimbingan yang profesional. Upaya-upaya dalam dekade ini lebih mengarah pada profesionalitas yang lebih mantap. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini adalah penyempurnaan kurikulum dari Kurikulum 1975 ke Kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984, telah dimasukkan bimbingan karier di dalmnya. Usaha memantapkan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang.
Penataan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya, pada tahun 2001 terjadi perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.
2.1     Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan
Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa didiik untuk mengabdi emi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
Periodesasi pergerakan bimbingan dan konseling di Indonesia  
Periodesasi Peristiwa


Periode I dan II: Prawacana dan pengenalan (sebelum 1960-1970-an) Pada periode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling sudah dimulai, terutama oleh para pendidik yang pernah mempelajarinya diluar negeri. Periode ini berpuncak dengan dibukanya jurusan Bimbingan dan penyuluhan pada tahun 1963 di IKIP bandung(sekarang namanya UPI). Pembukaan ini menandai dimulainya periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalakan pelayanan BP pada masyarakat akademik, dan pendidik. Sukses periode kedua in ditandai dengan dua keberhasilan, yang diluluskannya sejumlah sarjana BP, dan semakin dipahami dan dirasakan kebutuhan akan pelayanan tersebut.
Periode III: pemasyarakatan (1970-1990 an) Pada periode ini diberlakunya kurikulum 1975 untuk sekolah dasar sampai sekolah menengah tingkat atas. Kurikulum ini secara resmi mengintegrasikan ke dalamnya layanan BP untuk siswa. Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Pada periode ketiga ini ditandai juga dengan pemberlakuan kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984 ini, pelayanan BP difokuskan pada bidang-bidang karir. Dan pada periode ini muncul beberapa permasalahan, seperti: (1) berkembangnya pemahaman yang keliru, yaitu mengidentikan Bimbingan karir dengan Bimbingan Penyuluhan. (2) kerancuan dalam mengimlementasikan SK Menpan No 26/Menpan/1989 terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan di sekolah. Dalam SK tersebut terimplikasi bahwa semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP. Akibatnya pelayanan BP menjadi kabur, baik pemahaman maupun implementasinya.
Periode IV: konsolidasi(1990-2000) Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru (seperti terjadi pada periode ke empat di atas). Pada periode ini ditandai oleh (1) diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling.(2) pelayanan BK di sekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secara khusus ditugasi untuk itu. (3) mulai diselenggarakan penataran(nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing.(4) mulai adanya formasi untuk pengangkatan menjadi guru pembimbing.(5) pola pelayanan BK di sekolah dikemas dalam BK pola 17, dan (6) dalam bidang kepengawasan sekolah dibentuk kepengawasan bidang BK. (7) dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK di sekolah yang lebih operasional oleh IPBI.
Periode V: lepas landas Semula diharapkan periode konsolidasi akan dapat mencapai hasil-hasil yang memadai, sehingga mulai pada tahun 2001 profesi BK di Indonesia sudah dapat tinggal landas. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masih ada permasalahan yang belum terkonsilidasi, yang berkenaan dengan sumber daya manusia(SDM). Kelemahannya berakar dari kondisi untrained, undertrained, dan uncommitted para pelaksana layanan. Walaupun begitu pada tahun-tahun setelah masa konsolidasi terdapat beberapa peristiwa yang dapat dijadikan tonggak bagi pengembangan profesi konseling menuju era lepas landas, yaitu: (1) penggantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia),(2) lahirnya undang-undang No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, yang dimuat di dalamnya ketentuan bahwa konselor termasuk salah satu jenis tenaga pendidik (bab1 ayat 4). (3) kerjasama pengurus besar ABKIN dengan dikti Depdiknas tentang standarisasi profesi konseling.(4) kerjasama ABKIN dengan direktorat PLP dalam merumuskan kompetensi guru pembimbing(konselor) SMP dan sekaligus memberikan pelatihan kepada mereka.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 &; 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Kurikulum 1975 berisi layanan Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu dari wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan SMA, yaitu pembelajaran yang didampingi layanan Manajemen dan Layanan Bimbingan dan Konseling. Pada tahun 1976, ketentuan yang serupa juga diberlakukan untuk SMK. Dalam kaitan inilah, dengan kerja sama Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang, pada tahun 1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling untuk guru-guru SMK yang ditunjuk. Tindak lanjutnya memang tidak diketahui perkembangannya, karena para kepala SMK kurang memberikan ruang gerak bagi alumni pelatihan Bimbingan dan Konseling tersebut untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling sekembalinya mereka ke sekolah masing-masing. Dan dengan penetapan jurusan yang telah pasti sejak kelas I SMK, memang agak terbatas ruang gerak yang tersisa, misalnya untuk melaksanakan layanan bimbingan karier.
Meskipun ketentuan perundang-undangan belum memberikan ruang gerak, akan tetapi karena didorong oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi konselor, maka dengan diplopori oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai tenaga akademik di beberapa LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang didirikanlah Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), yang menghimpun konselor lulusan Program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas di sekolah dan para pendidik konselor yang bertugas di LPTK, di samping para konselor yang berlatar belakang bermacam – macam yang secara de facto bertugas sebagai guru pembimbing di lapangan.
Ketika ketentuan tentang Akta Mengajar diberlakukan, tidak ada ketentuan tentang ”Akta Konselor”. Oleh karena itu, dicarilah jalan ke luar yang bersifat ad hoc agar konselor lulusan program studi Bimbingan dan Konseling juga bisa diangkat sebagai PNS, yaitu dengan mewajibkan mahasiswa program S-1 Bimbingan dan Konseling untuk mengambil program minor sehingga bisa mengajarkan 1 bidang studi. Dalam hal itu IPBI tetap mengupayakan kegiatan peningkatan profesionalitas anggotanya antara lain dengan menerbitkan Newsletter sebagai wahana komunikasi profesional meskipun tidak mampu terbit secara teratur, di samping mengadakan pertemuan periodik berupa konvensi dan kongres.
Untuk jenjang SD, pelayanan bimbingan dan konseling belum terwujud sesuai dengan harapan, dan belum ada konselor yang diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu, tetapi pelaksanaan bimbingan dilakukan secara inplisit dalam program pendidikan. Untuk jenjang sekolah menengah, posisi konselor diisi seadanya termasuk, ketika SPG di-phase out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru-guru SPG yang tidak diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dosen Program D-II PGSD, juga ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA.
Di awal tahun 1960, muncul tenaga konselor di SD, yang kemudian pada tahun 1975, berdasarkan hukum publik 94-145, Pemerintah Amerika,menyediakan dana khusus untuk melayani anak-anak penyandang cacat,sehingga banyak daerah yang memasukkan tenaga Konselor di sekolah-sekolah terutama tingkat dasar dan menengah.Pengaruh kuat lainnya datang dari organisasi profesi, yaitu: Asosiasi Konseling Amerika (ACA),Asosiasi Konselor Sekolah Amerika (ASCA), dan Asosiasi Pendidikan Konselordan Supervisi (ACES) (Wittmer, 1993). Para anggota organisasi ini berupaya menggerakkan para profesional untuk mengembangkan aturan-aturan seperti program akreditasi dan sertifikasi. Sehingga secara berangsur-angsur konseling sekolah menjadi lebih profesional, dan utuh baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Dengan diberlakukannya Kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewajibkan tiap sekolah untuk menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150 (seratus lima puluh) peserta didik, meskipun hanya terealisasi pada jenjang pendidikan menengah.
Sejumlah hal dilakukan sebagai konsolidasi profesi sedhingga Bimbingan dan konseling menjadi profesi yang utuh dan berwibawa antara lain kata penyuluhan menjadi konseling, BK di sekolah hanya dilakukan oleh guru Pembimbing, dan lain sebagainya. Pada tahun 2001 dalam kongres di Lampung Ikatan Pertugas Bimbingan Indonesia (IPBI) berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).

















Daftar Pustaka
Prayitno dan Amti, Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka Cipta.
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Winkel, W.S. 2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia.


0 komentar:

Posting Komentar